Sunday, September 27, 2020

SKILL WITH PEOPLE


28 September 2020, saya akan mengikuti acara pelatihan yang di adakan oleh Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Untuk menambah wawasan sebelum mengikuti pelatihan, maka saya mencari beberapa referensi dan mereview materi dari video tentang skill with people yang disampaikan oleh dr. Sigit Setyawadi, SpOG dari MSO Indonesia.

Skill With People adalah sebuah buku garapan Less Giblin yang membahas pedoman hidup sukses di jenjang karir, keluarga, kehidupan bersosial dan bermasyarakat serta cara menjaring relasi yang baik.

Dalam video yang berdurasi sekitar 11 menit, dr. Sigit menjelaskan bahwa kemampuan skill with people penting untuk dimiliki dan dikuasi setiap orang. Kemampuan ini dapat mengantarkan siapa saja untuk meraih kesuksesannya. Beliau memaparkan bagaimana cara memahami manusia dan kodrat manusia.

Manusia dan segala aktifitasnya akan selalu bersinggungan dengan hidup kita. Perlu kita tahu bahwa orang lain cenderung tertarik pada dirinya sendiri dibanding diri kita. Sedangkan kita, berpotensi 10.000 kali lebih tertarik kepada diri kita dibanding orang lain yang ada di muka bumi ini. Coba kita ingat, apabila kita melihat sebuah foto dan di foto tersebut tidak ada potret gambar kita maka foto itu menjadi tidak begitu menarik lagi. Benar?

Saya pribadi membenarkan argumen diatas, karena terkadang hal itu saya rasakan. Foto yang didalamnya terdapat potret diri sendiri lebih menarik dibanding yang lain.

Hal diatas membuka mata kita bahwa kunci memahami orang lain karena semua orang tertarik pada dirinya sendiri sehingga jika ingin menarik perhatian orang lain maka harus berusaha tertarik kepadanya. Tentu saja hal ini tidak terlebas dari rasa suka dan disukai.

Lalu, bagaimana cara membuat diri kita disukai oleh orang lain?

Setiap orang menyukai orang lain yang ‘menyukai dirinya’ dan ‘sama dengan dirinya’. Maka, kita harus belajar untuk menyetujui pendapat orang lain dan berusaha menyamakan diri kita dengan orang lain. Contohnya saat berbicara dengan seseorang yang berasal dari kota Semarang, sedangkan kita juga tahu atau pernah berkunjung ke kota tersebut. Perbincangan menjadi nyaman dan nyambung karena “sama-sama” mengerti tentang kota Semarang.

Seni berbicara dengan orang lain juga perlu diperhatikan. Kita perlu memilih topik yang menarik bagi lawan bicara. Topik yang paling menarik bagi orang lain adalah berbicara tentang diri mereka sendiri. “Bagaimana kabar keluarga anda?” atau “Dimana anak anda belajar setelah lulusa SD kemarin”. Bukan berbicara tentang “saya”. Kita perlu membuat orang lain merasa penting. Merasa penting dalah perasaan yang tidak terpuaskan. Berbeda dengan makan dan minum. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan supaya seseorang merasa dianggap penting, yaitu: dengarkan mereka, puji dan hargai mereka, sebutkan nama mereka, berhenti sejenak sebelum menjawab mereka dan gunakan kata ‘anda/kamu’ dan ‘milik anda/kamu’, bukan kata ‘saya’ atau ‘milik saya’.

Jika kita sukses di fase suka dan disukai orang lain maka dalam hal berpendapat maka akan faham seninya. Setiap orang sering merasa bahwa apa yang di katakannya adalah sebuag kebenaran (persepsi). Jika ada yang tidak setuju dengan pendapat tersebut dapat di anggap sebagai orang lain yang tidak perlu di dengar pendapatnya. dr. Sigit menjelaskan jika kita ingin pendapatnya di dengar dan di setujui oleh orang lain maka terlebih dahulu harus belajar menyetujui pendapat orang lain. Kemudian baru berusaha masuk untuk mempengaruhi orang lain tersebut. Cara pertama tentu dengan mengetahui keinginannya dan menunjukkan bagaimana mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan melakukan apa yang anda ingin mereka lakukan.

 Orang lain cenderung skeptis dengan hal-hal apa saja yang dianggap menguntungkan diri kita. Sehingga dalam rangka meyakinkan orang lain, kita perlu menggunakan bantuan orang ketiga sebagai bukti atau penguat. Misal dalam sebuah team work, “Pak Raka telah memakai X, pendapatannya sekarang sudah melampaui target, bla... bla... blaa”

Nah, apakah orang lain akan langsung berkata ‘YA’? belum tentu.

Bagaimana cara membuat orang lain mengatakan ‘YA’?

Pertama, berikanlah alasan yang kuat dan rasional supaya mereka mengatakan ‘ya’ dan dalam sisi yang lain juga tidak merugikan kita.

Kedua, Ajukan pertanyaan yang potensi jawabannya adalah ‘ya’. Seperti, ‘apakah bapak ingin sehat’.

Ketiga, berikanlah kesempatan kepada orang lain pilihan untuk menjawab diantara dua ‘ya’. Misalnya, ‘sebaiknya kita bertemu selepas jam 9 atau sebelumnya ya?’

Di pembahasan terakhir, dr. Sigit menjelaskan perihal cara memuji orang lain. Manusia tidak hanya membutuhkan makan dan minum. Pujian menjadi makanan jiwa yang baik bagi semua orang. Terkadang seseorang disukai karena suka memuji. Jadi, mari kita belajar memuji orang-orang di sekitar kita. Hehehe... tentu pujian-pujian yang dilontarkan harus tulus dan yang dipuji perbuatannya, bukan orangnya.

Dr. Sigit memberikan masukan supaya kita tidak senang memberikan kritikan kepada orang lain karena tidak ada orang yang senang di kritik. Kritikan itu tidak membangun, yang membangun adalah pujian. Beri pujian jika melakukan hal baik dan jangan mengkritik orang jika berbuat kesalahan. Jika memang terpaksa memberikan umpan balik maka sampaikan dengan membuat sandwich 3 lapis. Contohnya, sebagai seorang atasan yang ingin mengkritik pegawai yang pemarah. Kita dapat mengingatkan dengan memberikan sandwich 3 lapis.

Lapis pertama, berilah 3 pujian. ‘ibu ini rajin, catatannya rapi dan tulisannya juga bagus sekali’.

Lapis kedua, berilah feed back yang menjadi umpan balik dari ‘kritan’ yang ingin di sampaikan. ‘yang perlu ditingkatkan hanya lebih bersabar dalam menghadapi orang lain’. Perlu diingat pula untuk tidak memberikan feed back secara berlebihan atau bertubi-tupi. Cukup satu atau dua feed back yang paling urgent.

Lapis ketiga, tutup dengan pujian. ‘selebihnya itu sangat keren’.

Nah, bisa nih diimplementasikan dalam kehidupan kita. Lebih enak di dengar dan tidak menyakiti perasaan orang lain.

Saya juga mengutip gagasan penting yang disampaikan oleh dr. Sigit. Beliau mengatakan bahwa “Ilmu itu tidak bernilai, yang bernilai adalah penggunaannya. Belajar apapun jika tidak digunakan maka akan sia-sia dan tidak bernilai”.

Mengapa? karena hidup itu tidak membayar atas apa yang kita pikirkan. Hidup membayar atas apa yang kita lakukan.

Terimakasih. Semoga catatan sederhana ini membawa berkah dan kelegaan di hati para pembaca. Mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan.

 

al-faqir al-dhoif

Laila Fajrin Rauf

Sumber : YouTube dengan link https://youtu.be/Mv39UMR0oE0

No comments:

Post a Comment